MACAM-MACAM TERMANODA

1.      Trematoda Hati (Clonorchis sinensis)
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Mc Connell tahun 1874 disaluran empedu pada seorang cina di kalkuta.hospes dari parasit ini adalah manusia, kucing, anjing, beruang kutub dan babi. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah klonorkiasis. Trematoda hati banyak di temukan di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam. Penyakit yang ditemukan di Indonesia bukan infeksi autokton.
a.       Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang di tetemukan di saluran pancreas. Ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong, menyerupai daun. Telur berukuran kira-kira 30x16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, di temukan di saluran empedu.
Telur di keluarkan dengan tinja. Telur menetas bila dimakan keong air. Dalam keong air, mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia lalu sarkaria. Serkaria keluar dari air dan mencari hospes perantara II, yaitu ikan. Setelah menembus masuk tubuh ikan serkaria melepaskan ekornya dan membentuk kista didalam kulit dibawah sisik. Kista ini disebut metaserkaria.
Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang. Ekskistasi terjadi di duodenum. Kemudian larva masuk di dektus koledokus, lalu menuju ke saluran empedu yang lebih kecil dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan. Seluruh daur hidup berlangsung selama 3 bulan.
b.      Patologi dan Gejala Klinis
Sejak larva masuk disaluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu dapat terjadi perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat disaluran empedu dan lamanya infeksi.
Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium. Pada stadium ringan tidak ditemukan gejala. Stadum progresif ditandai dengan menurunya nafsu makan, perut terasa penuh, diare, edema dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrum hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, asites, edema, sirosi hepatis. Kadang-kadang dapat menimbulkan keganasan dalam hati.
c.       Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur yang berbentuk khas dalam tinja atau dalam cairan duodenum. Penyakit ini dapat diobati dengan parazikuantel.

2.      Trematoda Paru
Manusia dan binatang yang memakan ketam/udang batu, seperti kucing, luak, anjing, harimau, srigala dan lain-lain merupakan hospes cacing ini. Pada manusia parasit ini menyebabkan paragonimiasis. Cacing ini banyak ditemukan di RRC, Taiwan, Korea, Jepang, Filipina, Vietnam, Thailand, India, Malaysia, Afrika dan Amerika Latin. Di Indonesia ditemukan autokton pada binatang, sedangkan pada manusi hanya sebagai kasus inpor saja.
a.       Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong menyerupai biji kopi dengan ukuran 8-12 x 4-6 mm dan berwarna coklat tua. Batil isap mulut hamper sama besa dengan batil isap perut. Testis berlobus terletak berdampingan antara antara basil isap perut dan ekor. Ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong berukuran 80-118 mikron x 40-60 mikron dengan operculum agak tertekan kedalam. Waktu keluar bersama tinja atau sputum, telurnya belum berisi mirasidium.
Serkaria keluardari keong air, berenang mencari hospes perantara II yaitu ketam atau udang batu, lalu membentuk metaserkaria di dalam tubuhnya. Infeksi terjadi dengan makan ketam atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang.
Dalam hospes defenitif, metaserkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju ke paru. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor di dalamnya.


b.      Patologi dan Gejala Klinis
Karena cacing dewasa berada dalam kista di paru, maka gejala di mulai dengan adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk dara. Keadaan ini disebut endemic hemoptysis. Cacing dewasa dapat pula bermigrasi kea lat-alat lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut (antara lain hati, limpa, otak, otot, dinding usus).
c.       Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-kadang telur juga ditemukan dalam tinja. Reaksi serologi sangat membantu untuk menegakan diagnosis. Prazikuantel dan bitionol merupakan obat pilihan yang baik untuk menanggulangi cacing ini.

3.      Trematoda Usus
Macam-macam spesies Trematoda usus adalah: F. buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma, Hypoderaeum dan Gastrodiscus. F. buski adalah suatu trematoda yang didapat pada manusia atau hewan yang mempunyai ukuran terbesar diantara trematoda lainnya. Cacing Hypoderaeum  adalah cacing trematoda kecil hanya kurang lebih beberapa millimeter. Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain seperti mamalia (anjing, kucing) dan burung dapat menjadi hospes reservoar.
a.       Morfologi dan Daur Hidup
Cacing F. buski yang ditemukan pada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5 cm dan lebar 0.8-2,0 cm. bentuknya agak lonjong dan tebal. Biasanya kutikulum ditutupi duri-duri kecil yang letaknya melintang. Cacing Hypoderaeum  berukuran panjang antara 1-1.7 mm dan lebar antara 0,3-0,75 mm,keculai genus haplorcis yang jauh lebih kecil, yaitu panjang 0,41-0,51 mm dan lebar 0,24-0,3 mm. di samping batil isap perut, ciri-ciri khas yang lain adalah batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kirai belakang.
Siklus hidup selalu memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hospes perantara II (keong : Echinostoma, tumbuhan air F.buski; ikan H.heterophyes dan M.yokogawai).
b.      Patologi dan Gejala Klinis
Patologi penyakit yang disebabkan oleh Trematoda usus disebabkan oleh perlekatan cacing pada mukosa usus dengan batil isapnya. Semakin besar ukuran cacing maka semakin parah kerusakan yang ditimbulkan. Gejala klinis tergantung jumlah parasit dalam usus, pada infeksi ringan gejala tidak nyata, sedangkan pada infeksi berat gejala yang timbul adalah sakit perut, diare, dan akibat terjadinya malabsorpsi bisa timbul edema.
c.       Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur dalam tinja penderita. Bila bentuk telur hampir sama maka perlu menemukan cacing dewasanya dalam tinja penderita. Obat-obatan untuk trematoda usus hampir sama, yaitu tetrakloretilen, heksilresorsinol, dan praziquantel.

4.      Trematoda Darah
Pada manusia ditemukan 3 spesies penting: Schistosoma japonicum, Schistosoma mansomi dan Schistosoma haematobium. Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan kadang-kadang dapat menghinggapi manusia. Hospes definitifnya adalah manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes reservoir. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skitosomiasis atau bilharziasis.
Gambar 20. Schistosoma japonicum jantan dan betina



a.       Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, berukuran 9,5 – 19.5 mm x 0.9 mm. Badannya berbentuk bundar dan pada kutikulumnya terdapat tojolan halus sampai kasar tergantung spesiesnya. Di bagian ventral badan terdapat Canalis gynaecophorus, tempat cacing betina, sehingga tampak seolah-olah cacing betina ada di dalam pelukan cacing jantan. Cacing betina badannya lebih halus dan panjang, berukuran 16,0 – 26,0 mm x 0.3 mm. Pada umumnya uterus berisi 50- 300 butir telur. Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan vena kecil dekat permukaan selaput lender usus atau kandung kemih.
Cacing betina meletakan telur di pembuluh darah. Telur tidak mempunyai operkulum.  Telur Cacing Schistosoma mempunyai duri dan liaklisasi duri tergantung pada spesiesnya. Telur berukuran 95 – 135 x 50 – 60 mikron. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kemih untuk kemudian di dalam tinja atau urin. Telu menetas di dalam air, larva yang keluar disebut mirasidium.
Cacing ini hanya mempunyai satu macam hospes perantara yaitu keong air, tidak terdapat hospes perantara kedua. Mirasidium masuk ke dalam tubuh keong air dan berkembang menjadi sprokista I dan sporokista II dan kemudian menghasilkan serkaria yang banyak. Serkaria adalah bentuk infektif cacing schistosoma. Cara infeksi pada manusia adalah serkaria menembus kulit pada waktu manusia masyk ke dalam air yang mengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masu ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke sistim peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati. Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau kandung kemih dan kemudian cacing betina bertelur setelah berkopulasi.

b.      Patologi dan Gejala Klinis
Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh 3 stdium cacing ini yaitu serkaria, cacing dewasa dan telur. Perubahan-perubahan pada schistosomiasis dapat dapat ibagi dalam tiga stadium:
·        Masa tunas biologik
Waktu antara serkaria menembus kulit sampai menjadi dewasa disebut masa tunas biologic. Perubahan kulit yang timbul berupa eritema dan vapula yang disertai perasaan gatal dan panas. Bila banyak jumlah serkaria menembus kulit, maka akan terjadi dermatitis. Biasanya kelainan kulit hilang dalam waktu 2 atau 3 hari
·        Stadium akut
Stadium ini dimulai sejak cacing betina bertelur. Telur yang diletakan di dalam pembuluh darah dapat keluar dari pembuluh darah, masuk ke dalam jaringan sekitarnya dan akhirnya dapat mencapai lumen dengan cara menembus mukosa, biasanya mukosa usus. Efek patologis maupun gejala klinis yang disebabkan telur tergantung dari jumlah telur yang dikeluarkan, yang berhubungan langsung dengan jumlah cacing betina.
·        Stadium menahun
Pada stadium ini terjadi penyembuhan jaringan dengan pembentukan jaringan ikat atau vibrosis. Hepar yang semula membesar karena peradangan, kemudian mengalami pengecilan karena terjadi vibrosis, hal ini disebut sirosis. Pada schistosomiasis, sirosis yang terjadi adalah sirosis periportal, yang mengakibatkan terjadinya hipertensi portal karena adanya bendungan di dalam jaringan hati.
c.       Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja, urin atau jaringan biopsi. Reaksi serologi dapat membantu menegaka diagnosis. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa obat-obat anti Schistosoma tidak ada yang aman atau agak toxik dan semuanya mempunyai resiko masing-masing.
Sperti telah diketahui cacing dewasa hidup di dalam vena mesenterika manusia dan binatang. Pengaruh obat anti Schistosoma dapat menyebabkan terlepasnya pegangan cacing dewasa pada pembuluh darah dan mengakibatkan tersapunya cacing tersebut ke dalam hati oleh sirkulasi portal, keadaan ini disebut Hepatic shift.
Ada beberapa obat yang mempengaruhi cacing dewasa ini menghambat sistim enzim tertentu, seperti persenyawaan antimon trivalen yang menghambat sistim enzim fosfofruktokinase S. mansoni, sehingga cacing tersebut tidak dapat memanfaatkan glikogen. 

Gandahusada, srisasi Prof.dr. dkk (ed). Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga, 2002. balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar